Pertama kali ke Yogyakarta (2)

06 Mei 2016

Sebelum ke Jogja aku menghubungi teman yang sedang kuliah di kota ini. Dia yang mencarikan  mobil beserta supir selama aku di Jogja. Namun sayangnya, dia memberi kabar kalau ga bisa ikut mengantarkan kami ke tempat-tempat wisata.

Sekitar jam sembilan pagi, aku sudah bolak-balik keluar kamar menuju gerbang. Tapi ga ada satu pun mobil yang terparkir di depan hotel. Sedangkan tamu-tamu lain mulai bepergian dari jam delapan pagi. huhu...

Sempat terjadi miskom sih, soalnya temanku ga kasih nomor teleponku ke supir. Jadi aku dan supir pun sama-sama kebingungan gimana untuk menghubungi.

Akhirnya sekitar jam 9.30 pagi jemputan kami datang, dengan supir yang-aku-lupa-tanya namanya siapa (maapkeun saya, Mas). Kami berangkat dari penginapan langsung menuju Candi Borobudur. Jarak dari Sidokabul ke Candi Borobudur menempuh waktu kurang lebih dua jam. Maklum, long week end, macet.

Setibanya di pintu masuk Candi Borobudur, si Harti langsung dihampiri Ibu-Ibu penjual topi yang harga topinya, ehmm........lumayan mahal. Seharga Rp. 50.000. (mahal kan, ya?) Karena cuaca yang sangat panas dan si Harti ga bisa tawar-menawar, jadi dia pasrah buat membeli topi dengan harga yang menurutku mahal itu. Untungnya aku dan Mama sudah sedia payung sebelum hujan =D

Antrian loket untuk warga lokal sangat panjang dan terbuka. Sedangkan loket Internasional berada di ruang tertutup dan nampaknya ada pendingin ruangan di dalamnya. Berbanding terbalik dengan loket lokal. Mungkin tujuannya memberikan pelayanan yang baik kali ya terhadap turis asing. hmm okelah...

*Harga tiket untuk dewasa Rp.30.000 sedangkan untuk anak-anak Rp.15.000

Sayangnya aku ga sempet mengambil gambar ketika menuju Candi. karena kelelahan dan kepanasan. Ditambah pengunjung domestik maupun mancanegara yang berfoto-foto di tangga.

Kemudian ketika tiba di tingkat pertama, kedua dan seterusnya, pengamanan diperketat dengan adanya petugas keamanan yang berjaga di setiap tempat di area candi. Hal ini bertujuan untuk memperingatkan pengunjung supaya ga duduk, menyentuh atau mendaki batu-batu di area candi.

Untuk berfoto-foto pun aku harus turun ke tangga kedua supaya tidak lama berdesak-desakan di puncak.


Tepat jam 12.30 kami turun untuk mencari makan. Pintu keluar Candi Borobudur ini mengarahkan kami dan pengunjung lainnya ke deretan penjual-penjual souvenir ataupun makanan seperti nasi pecel dan gudeg. Kemudian kami mampirlah pada salah satu warung nasi yang terdapat di area penjualan tersebut.

*Menu makan siang
Pecel satu porsi
Nasi gudeg + ayam kampung
Nasi + ayam kampung
Nasi + telor asin
Mie ayam
Es cendol
Es teh manis
Teh tawar hangat
Es kelapa. 
Semuanya menghabiskan Rp. 76.000.

Setelah dari Candi Borobudur kami sempat bingung ingin kemana lagi. Kami pikir disekitaran Candi Borobudur ada tempat wisata lainnya (selain Candi Mendut dan Candi Pawon). Tapi ternyata ga ada. Akhirnya kami memutuskan untuk ke Candi Ratu Boko. Tetapi rencana langsung berubah ketika melihat jalur menuju Yogyakarta sangat macet, akhirnya kami belok kiri ke arah Solo (alternatif) menuju Candi Prambanan.


Sepanjang perjalanan aku ga tau kalau saat itu berada di daerah Sleman. Karena sepanjang perjalanan yang aku lihat hanya kebun salak dan beberapa pedagang salak pinggir jalan. Rasanya mau beli untuk oleh-oleh, tapi sayangnya hujan turun dan kami mengejar waktu untuk ke Candi Prambanan.

Setelah melewati jalan-jalan perkampungan dan persawahan, tibalah kami di Candi Prambanan. Sebenarnya ada cerita lucu ketika kami masuk kawasan Prambanan.

Begitu supir membuka kaca mobil, seorang pegawai pintu parkir masuk bertanya, "Dari Mandiri ya, Mas?" dengan muka datarnya si Mas supir, dia cuma jawab "Ho-oh".

Dari kejauhan memang terdapat acara dari Mandiri Finance di kawasan Candi, tapi ya namanya ga tau ya acara apa, si Mas langsung memakirkan mobil yang dituntun oleh laki-laki yang menggunakan name tag. Ternyata kami parkir di wilayah khusus tamu Mandiri. Ups! begitu keluar mobil aku dan lainnya langsung lari menuju Candi agar mobil kami tidak minta dipindah.

Dan aku baru sadar kalau kami menelusuri jalan yang salah, yaitu jalan pintu keluar pengunjung Candi Prambanan. Begitu hampir dekat dengan pintu keluar candi, aku menghampiri petugas keamanan untuk bertanya dimana pintu masuknya.

"Pak, pintu masuknya dimana ya?"
"........ Memang mbak dari mana?"
"Yang pasti bukan peserta acara Mandiri, Pak."
"Ya sudah silahkan masuk dari sana (menunjuk pintuk keluar Candi Prambanan)"
"Serius nih, Pak?"
"Iya, silahkan."
"Terima kasih, Pak."

Setelah petugas tersebut mengizinkan kami masuk, aku dan lainnya hanya tertawa begitu diperbolehkan. Apa karena si Mama pakai baju warna kuning kali ya? (karena di acara Mandiri tersebut seluruh pesertanya menggunakan baju warna kuning). Atau karena tadi aku pasang tampang memelas? Atau memang hari sudah sore, kah? Hahaha...  lumayan kan jadi masuk ke Prambanannya gratis tis tis =D

Di Candi Prambanan yang kami lakukan adalah foto-foto, berkeliling dan menikmati pemandangan senja yang sedikit mendung. Dan aku akui, aku lebih jatuh cinta dengan arsitektur Candi Prambanan. Caelah...

Sebelum pulang harus wefie dulu :D

Setelah puas berfoto-foto dan matahari sudah tenggelam, perjalanan selanjutnya yaitu menuju Alun-Alun Kidul Yogyakarta. Begitu masuk bunderan Alun-Alun Kidul, jalanan langsung macet dan tidak bisa bergerak. Suasanan di sana sangat ramai dengan becak lampu yang cahayanya sangat menghiasi malam di Alun-Alun Kidul. Karena terlalu macet, mobil kami pun diparkir jauh dari kawasan Alun-Alun Kidul.

Sebelum mengelilingi kawasan Alun-Alun Kidul, kami mampir terlebih dahulu ke sebuah warung yang juga menyediakan tempat sholat dan toilet. Selesai mengerjakan kewajiban, aku langsung mencari becak lampu dan si pemilik langsung memberi harga Rp.100.000 untuk sekali putaran. Seriusan?! Aku malah baca-baca di beberapa blog harga sewa becak lampu adalah Rp.25.000-30.000, ga sampai Rp.100.000. Alasan si pemilik adalah karena macet. Sebagai orang yang irit, aku nggak mau dong kalau Rp.100.000 hanya untuk sekali putaran, mahal banget.

Akhirnya aku dan lainnya memutuskan untuk berjalan kaki mengelilingi kawasan tersebut. Tadinya kami mau menuju dua pohon beringin yang berada di tengah-tengah Alun-Alun Kidul, tapi karena siangnya hujan jadi terdapat banyak genangan di sana. Jadinya kami hanya berjalan di trotoar.

Saat itu waktu sudah menunjukkan pukul 8 malam, karena si Mama sudah kelaparan, jadilah kami mencari Angkringan yang ga terlalu rame di kawasan tersebut. Dengan menu yang sama seperti malam sebelumnya, kami menghabiskan makan malam di Angkringan sebesar Rp. 74.000. Mahal banget ya? hhhh...

Dengan sedikit penyesalan karena harganya yang dua kali lipat itu kami memilih pulang ke hotel untuk beristirahat. Sesampainya di hotel, aku langsung membuat janji dengan Mas Supir untuk menjemput kami tepat jam 9 pagi esoknya.


---ISMA---

Komentar