Melipir Sejenak Ke Kota Kembang

Hallooo guys...
Ini postingan pertama gue di blog, karena dari kemarin-kemarin yang nulis emang si Neng mulu (heuheuheu, partner yang malas). Dan berhubung kemarin gue baru jalan lagi dan masih anget di kepala. So, I think it's a good time to write!

Sabtu-Minggu kemarin, 6-7 Agustus 2016 gue dan si Neng jalan ke Bandung. Sebagai orang yang udah wara-wiri bawa bocah ke Bandung, sebetulnya gue nggak terlalu excited banget, nggak seperti ketika mau datang ke tempat baru (halaaahhh... sombong). Tapi, Bandung selalu menawarkan suasana yang berbeda kan? Dan to be honest, gue selalu suka Bandung. Ya suasananya, ya tempat-tempat wisatanya, ya tempat belanjanya, ya jajanannya, ya tempat nongkrongnya, ya cewek-ceweknya (kemudian gue digaplok sama si Neng). Dan kebetulan juga, trip kali ini kita nyoba pakai kereta (yeah, gue emang norak, nggak pernah naik kereta jarak jauh). Jadi gue pikir, ini bakal jadi pengalaman yang berbeda.

Gue dan rombongan (ada 2 orang lagi temennya si Neng yang ikut) stand by di Stasiun Gambir sekitar jam 4.40 pagi. Untuk yang belum pernah ke Bandung naik kereta (kayak gue), kereta yang melayani rute Jakarta-Bandung salah satunya adalah Argo Parahyangan. Buat dapetin keretanya nggak susah-susah amat kok (ya iyalaahhh si Neng udah book semuanya dari jauh-jauh hari, gue sih tinggal naik aja---partner jalan yang maunya terima beres). Keretanya juga nyaman, on time, dan bersih. Satu-satunya nilai minus buat gue cuma suara bising aja (karena kebetulan dapet gerbong yang dekat loko) dan toiletnya yang berbentuk toilet jongkok, sehingga posisinya agak kurang nyaman ketika mau buang air kecil (FYI, gue nggak pee sambil kayang). Selebihnya, OKE! AC adem, TV cuma ada dua di ujung setiap gerbong, pramugari kereta nggak selalu stand by memang, tapi lumayan sering melintas di dalam gerbong, jadi kalau kita butuh apa-apa nyarinya pun nggak terlalu lama. Dan yang terpenting menurut gue adalah passengers selama berangkat dan pulang, nggak ada yang sampai rusuh-rusuh gimana gitu (iya, rada sebel kalo naik angkutan umum terus ada yang rusuh gitu).

Muka norak waktu naik kereta

Karena nggak naik kendaraan pribadi, jadi untuk transportasi selama di Bandung si Neng memutuskan untuk nyewa motor. Jasa sewanya sendiri menurut gue sangat mengecewakan. Silakan baca review si Neng soal jasa sewa motor tersebut di sini. Tapi, ya sudah lah, lupakan. Jadikan pelajaran aja. Biar besok-besok bisa lebih selektif lagi kalau milih jasa sewa kendaraan.

Tempat yang kami datangi juga nggak banyak (agak melenceng dari perkiraan) karena jalanan macet banget, masalah teknis motor yang memotong waktu agak lumayan banyak, sampai perkiraan di tempat wisata yang niatnya cuma 1-2 jam, malah molor sampai 3 jam.

Tempat pertama yang kami datangi adalah Farm House. Tempat yang satu ini memang lagi nge-hits banget. Selain karena ada rumah Hobbit-nya yang jadi incaran orang untuk berfoto. Juga karena desain bangunan-bangunannya yang bergaya Eropa.

Gue sendiri memang suka arsitektur Eropa. Kekaguman gue tersebut pernah nyelip dikit di novel ROMA Con Amore yang gue tulis (promosi). Selain karena cara pengelola mengatur tata ruang Farm House yang nggak seberapa luas tapi tetap berasa nyaman. Juga fasilitas-fasilitas yang ada di dalamnya, yang menurut gue friendly untuk semua kalangan usia.

Harga tiket masuk Farm House Rp. 20.000/ orang. Tiket bisa ditukar dengan susu murni di outlet khusus yang ada di pintu masuk dan di bagian dalam Farm House. Gue dan rombongan menghabiskan waktu sekitar 1,5 jam di Farm House. Kebetulan hari itu Farm House rame banget. Banyak keluarga yang datang, juga ada beberapa rombongan gathering, jadi terasa sumpek. Ditambah para kawula muda yang memang sengaja datang untuk berburu foto dan berswafoto. Sehingga, sejauh mata memandang, yang terlihat adalah pose-pose syantik kekinian para kawula muda tersebut.

Oh ya, buat yang pengin ke Farm House. Tempat ini recommended banget buat keluarga. Selain soal arsitektur yang udah gue sebutin di atas. Farm House juga menawarkan keistimewaan seperti kita bisa berfoto dengan kostum ala Eropa (pakaian tradisional Belanda yang disewa dengan harga tertentu). Ada kandang hewan juga di bagian belakang. Anak-anak bisa memberi pakan hewan tersebut, atau foto bersama. Toko souvenir yang menjajakan barang-barang vintage ada di bagian tengah Farm House. Sejajar dengan berbagai macam kafe yang harganya juga nggak mahal. Dan banyak spot foto yang menarik.


CLBK = Cuma Lihat Beli Kagak


Foto bareng si Neng, biar kekinian

Selesai dari Farm House, kita berencana lanjut ke Tangkuban Parahu. Jarak tempuhnya sendiri kurang lebih hampir satu jam. Rencananya, mau sekalian mampir ke Cikole karena temennya si Neng belum pernah ke sana. Tapi, manusia berencana, Tuhan lah yang memutuskan kehendak. Sepeda motor yang kami sewa bermasalah di tengah perjalanan menuju Tangkuban Parahu. Khawatir bisa sampai nggak bisa pulang, kami memutuskan mengganti destinasi.

Ada beberapa alternatif yang bisa kami pilih. Mulai dari De Ranch, Rumah Bunga Rizal, Floating Market, dan Taman Bunga Begonia. Berhubung saat di Farm House tadi kami agak trauma sama keramaian. Jadi, kami putuskan untuk menengok dulu tempat yang mau didatangi sebelum masuk. De Ranch dan Rumah Bunga Rizal dicoret dari daftar pilihan karena ramainya agak sedikit tidak manusiawi (lebay). Jadi kami langsung pindah ke Floating Market sekalian makan, baru kalau ada waktu lanjut ke Taman Bunga Begonia.

Gue sendiri udah pernah ke Floating Market bareng teman-teman kantor tahun lalu. Tempatnya enak. Hawanya sejuk, tata ruangnya juga nyaman. Untuk makanan, sebetulnya standar street food yang ada di Bandung lah. Tapi kalau makannya sambil duduk di tepi waduk dan menikmati suasana yang asri, Floating Market layak jadi pilihan.

Fasilitas di Floating Market yang bisa dinikmati antara lain: perahu bebek, perahu dayung untuk 4 orang, perahu penyeberangan dan kereta perahu. Perahu-perahu tersebut bisa disewa dengan harga yang bervariatif. Mulai dari Rp. 2.000 hingga Rp. 35.000. Selain itu, ada tempat-tempat khusus juga seperti sawah/ ladang, kandang ternak, dan miniatur kereta yang konon adalah maket minatur kereta terbesar di Indonesia. Gue dan rombongan sendiri sempat naik perahu dayung dengan biaya sewa Rp. 70.000 untuk 4 orang.

Untuk masuk ke Floating Market, kita cukup merogoh kocek Rp. 20.000, sudah termasuk welcoming drink yang bisa diambil di counter-counter di dalam Floating Market. Jajanan di Pasar Apung tidak bisa dibeli dengan uang rupiah ya guys, melainkan dengan koin yang bisa kita beli di tempat penukaran. Saran gue, survey dulu makanan apa yang pengin kita beli. Karena koin yang sudah kita tukar tidak bisa diuangkan kembali. Floating Market juga bisa dijadikan pilihan tempat berlibur untuk keluarga. Jadi buat yang punya anak, jangan khawatir, tempatnya aman dan nyaman kok.

Menunggu senja di Floating Market

Momen kereta dayung (baca: denger para cewek teriak-teriak panik)

Selesai dari Floating Market, kami putuskan nggak lanjut kemana-mana karena hari sudah gelap. Kali ini gue nginap di Palagan Joglo Boutique House. Ini adalah pengalaman kali kedua menginap di sini, dan gue selalu suka suasana dan pelayanannya (baca juga review si Neng tentang Palagan Joglo di sini.

Selepas dari makan malam, gue dan rombongan pergi ke Bengkel Kopi untuk menghabiskan waktu malam sambil duduk-duduk santai. Tempat ini sudah diincar si Neng sebelumnya, dan kebetulan lokasinya dekat banget dari hotel. Cuma 5 menit naik motor. Sekilas tentang Bengkel Kopi bisa dibaca di sini guys. Untuk penikmat kopi, coffee shop ini cukup worthed. Hanya poin minusnya buat gue cuma satu, nggak ada space untuk non-smoking area, sehingga yang nggak ngerokok mungkin akan sedikit terganggu dengan asap rokok dari pengunjung-pengunjung lain. Selebihnya? Antik dan asik.
Coffee lovers 

Coffee, Anyone?

Di hari kedua, gue dan rombongan rencananya mau lanjut ke Kampung Daun atau Dusun Bambu. Tapi rencana tersebut juga harus kita tunda karena check out yang kesiangan ditambah mesti ngejar kereta pukul 11.00. Sebagai gantinya, gue dan si Neng putusin bawa teman-temannya si Neng ke Cihampelas.

Cihampelas ini memang selalu ramai di kala weekend. Dan serunya lagi, kalau telinga kita cukup awas untuk dengerin obrolan orang-orang di sekitar kita. Kita bakal tahu loh kalau yang datang ke sini benar-benar dari berbagai macam daerah. That what makes me love Bandung so much. Berasa di luar negeri gitu nggak sih? Bedanya, turisnya orang Indo semua yang logatnya beda-beda berdasarkan daerah asal mereka.

Di jalan Cihampelas ini, ada puluhan distro yang unik karena brand tokonya mengusung karakter-karakter dari komik dan film. Mulai dari Spiderman, Ultraman, Batman, dll. Selain itu, ada beberapa pusat oleh-oleh khas Bandung, juga toko souvenir dan penjual peyeum pinggir jalan.

Pukul sepuluh tepat, gue dan rombongan langsung cabut ke arah stasiun kereta. Dari Cihampelas, stasiunnya sendiri sudah dekat. Cuma sekitar sepuluh sampai lima belas menit dengan sepeda motor. Saran gue, pakai GPS atau Waze ya, karena kebanyakan jalanan menuju Stasiun KA Bandung ini dibuat satu arah.

Tips terakhir saat akan naik kereta adalah, sekarang PT KAI sudah memperketat aturan para pengguna jasa kereta api. Hindari membawa makanan dengan bau yang mencolok seperti durian dan tape (kejadian beneran sama temannya si Neng). Soal layanan, tadi gue udah cerita di atas. Dan sekarang, layanan publik ini juga nggak cuma diminati masyarakat pribumi doang loh. Waktu perjalanan pulang kemarin, di ruang tunggu Stasiun KA Bandung juga dipenuhi pelancong-pelancong dari berbagai negara, mulai dari bule sampai yang berwajah oriental. Mereka sibuk menggenggam passport dan boarding pass, sambil ngobrol dengan bahasa mereka masing-masing.

Perubahan pelayanan dan praktisnya sistem transportasi kereta api di Indonesia gue rasa sudah jadi langkah yang baik untuk memajukan pariwisata di Indonesia. Potensi negara kita ini keren banget kali. Sayang aja kalau masyarakat dunia nggak tahu, atau bahkan nggak mau datang ke Indonesia karena kurangnya pelayanan dan fasilitas yang ada. Di samping... kita yang jadi masyarakatnya juga mesti menunjukkan keramahan dan sikap yang baik ke mereka.

Well, cerita jalan-jalan gue sampai di sini dulu ya. Doain supaya gue nggak malas untuk ngisi blog ini dan bisa jadi partner yang rajin buat si Neng. Ci Vediamo!


---ROBIN WIJAYA---

Komentar